Rabu, 23 November 2011

Semakin parah saja

Semester 5 membuatku cukup untuk bersabar atas segala kesusahannya, kepahitannya dan kegilaan yang ada di dalamnya. Waktu yang cukup untuk bisa mengajariku bersabar dan berusaha bersyukur atas segala yang terjadi dan didapat tiap harinya.
Tetapi yang aku heran di saat aku sudah berusaha menjadi orang yang jauh lebih baik tiap harinya ada saja yang menghalangi. Kalau berasal dari kehendak Tuhan aku masih bisa terima karena mungkin itu pembelajaran yang baik buatku, tapi hambatan ini timbul dari diriku sendiri. Mulai dari cara berpikir yang kurang logis untuk ukuran anak farmasi, kurang bisa cepat tanggap dengan segala materi yang diajarkan, kurang bisa bekerja cepat dan teliti di saat praktikum, bahkan saat ujian pun segala usaha akan terganggu hanya karena ketidaktelitian.
Padahal ini tahun ketiga aku ada dan hidup di farmasi. Tapi seakan-akan aku merasa belum menyatu dengannya. Apakah aku kurang bersyukur dengan segalanya ataukah aku masih belum yakin dengan ini? Tak tahulah, aku hanya berusaha berbuat yang terbaik untuk kuliahku. Kalau memang tiba saatnya, semoga itulah yang terbaik yang diberikan oleh Tuhan.
Mungkin hal diatas memang butuh proses untuk bisa mengubahnya menjadi lebih baik. Akan tetapi di semester ini aku menjadi seseorang yang benar-benar "dodol" banget. Banyak hal yang terjadi :
1. Aku lebih jarang menyisir rambut sekarang. Semester 4 kemarin aku masih lebih rapi, tapi sekarang jauh lebih parah. Sebenarnya sempat tiap pagi atau keluar kosan itu menyisir rambut, tetapi dari dalam diriku berusaha untuk mencegah hal itu. Yah kemalasan memang ujung dari segala mala petaka. Mungkin benar kata mbe em kalau kita harus berpenampilan rapi dimanapun kita berada, siapapun yang kita temui, tak peduli dapat jodoh atau tidak.
2. Aku merasa makin tidak peka di indera pendengaran. Semakin "budek" lebih tepatnya, aku tak tahu hal tersebut disebabkan karena aku yang tidak fokus mendengarkan atau memang ada kelainan di indera pendengaranku.
3. Semakin nggak nyambung dengan apa yang dibicarakan temanku, termasuk hal-hal sepele. Sama seperti pendengaran, aku memang begitu tak fokus dengan apa yang dibicarakan orang lain. Tak tahu apa sebabnya, aku juga tidak melamun atau pura-pura tidak mendengarkan. Itu semua misteri.
Ya Tuhan, sepertinya aku benar-benar perlu pencerahan yang ampuh untuk mengatasi segala ke"longor"an diriku ini. Bantu aku Tuhan....Astungkara

Rabu, 16 November 2011

the perfect man

Sebut saja dengan nama Rama. Nama yang selalu menjadi tokoh pria khayalanku dalam novel ada di kenyataan. Seperti yang aku bayangkan, ganteng, dari keluarga yang terpandang, calon dokter, suka fotografi, berjiwa sosial tinggi, taat akan agama, dan orang yang baik.
Tetapi aku tak pernah sekalipun berkenalan secara langsung dengannya. Hanya pernah berbicara satu kali saat baksos UKMKHD 2011, itupun karena aku sebagai calon apoteker di sana menanyakan kelengkapan serta kejelasan resep kepada dokter. Saat itu, aku sedikit takjub dan berkata kepada diriku sendiri bahwa ternyata inilah I Gede Parama Gandi yang dibicarakan oleh teman sekosku yang dulu satu sekolah dengannya di SMA.
Kesan pertama yang kudapat saat berbicara saat pertama dan terakhir kalinya adalah dia seorang laki-laki yang sangat peduli dengan pasien yang sedang diberikan perawatan. Terlihat dari cara dia menyimak dengan serius semua perkataan yang diucapkan oleh dokter senior. Sesuai dengan yang dikatakan temanku tentangnya. Orang yang mungkin baik.
Tapi Tuhan, adakah Kau menciptakan laki-laki yang hampir sesempurna itu? Apa yang tidak dia punya, otak yang cerdas, sikap yang baik, keluarga yang bahagia, serta segala anugrah yang Kau berikan kepadanya. Mungkin aku termasuk orang yang "sok tahu dan nggak punya kerjaan", mengurusi kehidupan orang lain yang bahkan tak pernah ku kenal. Dengan enaknya menilai dia sesempurna itu tanpa tahu seperti apa sebenarnya kehidupan laki-laki itu.
Aku hanya penasaran Tuhan, apakah orang seperti itu pernah mengalami sebuah titik nadir dalam hidupnya? atau pernah menjadi seorang pencundang? lalu apakah dia memiliki segudang kekurangan sepertiku di balik segala kelebihan yang dia miliki?
Dia seperti tokoh-tokoh di film korea, dimana ganteng, multi talenta, dan dari keluarga terpandang. Aku juga penasaran Tuhan, apakah laki-laki seperti itu memiliki kriteria wanita yang hampir sama dengan dirinya? atau malah tak pernah memikirkan masalah jodoh sama sekali karena mungkin dia akan dengan mudah mendapatkannya kapan pun dia mau?
Aku bersikap seperti ini karena bagiku sesosok seperti Rama itu hanya ada di khayalanku, tapi aku malah menemui orang seperti itu di kehidupan nyata. Aku hanya ingin tahu sebenarnya seperti apa kehidupan orang yang dilimpahi segala anugerah yang Kau berikan. Apakah mereka bersyukur atau malah menyesali segala yang mereka dapatkan??
Hanya rasa penasaran saja Tuhan,,,
Bantu aku untuk menjawab segala pertanyaanku dan rasa penasaranku Tuhan dengan cara dekatkanlah dan pertemukanlah aku dengan Rama Tuhan. Bagiku segala keputusan yang Kau berikan adalah yang terbaik bagiku, tidak perduli seburuk apapun itu. Aku serahkan padaMu ya Tuhan,,,,

Sabtu, 05 November 2011

mereka keluargaku...

Bagiku hidup dan tinggal seorang diri di kota yang belum pernah aku singgahi merupakan tantangan sekaligus ujian. Makan, minum, tidur, segala yang biasa diatur oleh orang tua sekarang menjadi tanggung jawabku saat memulai hidup di surabaya. Semuanya berubah, kamar, keluarga, lingkungan, segala hal. Hidup sendiri di kota ini membuatku belajar untuk mandiri dan perlahan membuatku belajar bagaimana hidup prihatin dengan uang bulanan yang cukup, makanan yang tidak selezat masakan ibu, kemanapun pergi harus berjalan kaki atau naik angkot. Ya, karena aku tak bisa mengendarai motor. Dulu kemanapun aku pergi sebisa mungkin diantar oleh aji (bapak).
Kuliah memang cukup mengubah hidupku dengan drastis. Bertemu dengan teman-teman kos yang begitu baik. Kami senasib dan seperjuangan. Tinggal di surabaya untuk satu tujuan, mencari ilmu untuk membahagiakan orang tua. Mereka bagaikan keluarga kedua bagiku. Disaat susah dan senang mereka selalu ada di sampingku, meskipun mereka memang sibuk dengan urusannya sendiri.
Terima kasih kepada Tuhan karena aku dipertemukan oleh orang-orang baik seperti mereka. ada etta, mba sa, mbe em, sunini, mbe kar, kakak, dan mbe dhini yang udah pindah. Mereka teman yang luar biasa, mampu menerima segala kekuranganku dan kelebihanku dengan tulus, membantuku di saat susah dengan ikhlas, memberi nasehat dengan cuma-cuma di saat perilakuku mulai menyimpang. Tahu akan diriku luar dalam layaknya aji, ibu dan manik.
Di kampuspun aku menemukan teman-teman yang baik sekali. Ada aulia, della, intan, kinasih yang sangat dekat denganku. Mereka juga luar biasa, mampu menanggapi segala keluhanku tentang kuliah yang begitu susah, mendengarkan segala protesku terhadap sikap teman yang kurang sesuai denganku, serta selalu berusaha membantuku semampu mereka, menerima diriku yang penuh dengan kekurangan.
Ada juga teman kelas yang begitu baik terhadapku, yaitu ajeng dkk, mba bing dkk, lintia, yani, evieta, ian, alvian, bpk rofik, bpk charles dll. yang mau membantuku di saat susah, mengajariku mata kuliah yang begitu susah, membuatku tertawa dengan segala kekonyolan mereka, menemaniku menari-nari ala SNSD dengan senang hati, mentraktirku di saat aku krisis keuangan, menemaniku bergosip serta menemaniku pulang-pergi naik kereta maupun bus untuk pulang kampung. Mereka memang orang-orang yang baik.
Di UKMKHD pun aku mempunyai kelompok bernama "3G" terdiri dari gek intan, gus iwan dan aku sendiri. Mereka berdua sahabat yang oke, mau mempercayakan rahasianya terhadapku, me"nebeng"iku di saat aku butuh "tebengan", menemaniku karaoke dengan senang hati, mampu mendengarkan setiap keluhanku terhadap segala hal. Mereka orang hebat.
Ada juga teman farmasi sekaligus teman UKMKHDku yang baik, sastra, detra, yande, edi, dan gede ari. Mereka mampu membuatku tertawa akan kelongoran yang mereka buat, terharu akan surprise ulang tahun ke-20 yang mereka buat untukku, menasehatiku untuk menjadi perempuan yang lebih cantik.
Bagiku merekalah yang membuat warna dalam hidupku sekarang, jauh dari orang tua tak membuatku kesepian maupun tertekan. Tetapi aku menjadi seseorang yang lebih bersyukur kepada Tuhan dengan adanya mereka, sehingga hidupku menjadi lebih bermakna dan bahagia.
Astungkara....